EKSPOR KOPI KE JEPANG HARUS LEBIH HATI-HATI OKKP-D SIAP MEMFASILITASI

Batas maksimum residu (BMR) dalam kopi yang diekspor ke Jepang. Baru-baru ini terdapat 10 peti kemas berisi 200 ton kopi dari Indonesia yang ditolak Badan Karantina Jepang, karena mengandung unsur aktif pestisida isocarab dan carbaryl melebihi ambang batas yang diizinkan.

Kopi yang ditolak masuk ke Jepang sebanyak itu harus dimusnahkan atau diekspor kembali ke negara asalnya atau ke negara lain yang mau menerimanya, dan biayanya harus ditanggung oleh eksportir. Namun penjual kopi dari Indonesia juga boleh mengganti barang tersebut yang tidak mengandung unsur aktif pestisida yang dipersyaratkan. Untuk mengganti sejumlah kopi yang ditolak tersebut ada risikonya, antara lain harga yang diterima tidak berubah, tetapi harus menambah ongkos angkut.

Dalam mengamankan produk pangan termasuk kopi dari pencemaran bahan kimia, masing-masing negara menetapkan peraturan yang berbeda-beda. Tetapi pemerintah Jepang sejak bulan Juli 2006 telah menetapkan 200 jenis bahan kimia yang tidak boleh terkandung pada komoditi kopi melebihi ambang batas yang diizinkan yang dikenal sebagai uniform level sebesar 0,01 ppm. Ketentuan pemerintah Jepang ini dinilai paling ketat dibanding negara-negara lain. Apabila pada komoditi kopi kedapatan unsur aktif salah satu dari 200 jenis bahan kimia melebihi tingkat keseragaman yang diizinkan, maka kopi tersebut ditolak masuk ke Jepang dan harus dihancurkan atau diekspor kembali.

Asosiasi Kopi Jepang pernah menanyakan langkah-langkah apa yang dilakukan pemerintah dan eksportir kopi Indonesia untuk mencegah terulangnya kembali penolakan ekspor kopi ke Jepang. Bahkan pembeli kopi Jepang langsung melakukan penelitian ke lapangan terhadap penggunaan isocarab dan carbaryl, sehingga residu pestisida tersebut terkandung pada biji kopi. Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa petani menggunakan isocarab dan carbaryl dimaksudkan untuk membunuh semut yang terdapat pada biji kopi pada saat dipanen.

Dengan diberlakukan aturan yang ketat terhadap persyaratan kandungan residu pestisida yang terdapat pada biji kopi oleh pemerintah Jepang, para pembeli kopi di Jepang merasa khawatir pasokan kopi ke Jepang akan berkurang. Padahal Jepang tetap membutuhkan kopi dalam jumlah yang banyak. Untuk memecahkan permasalahan ini agar pihak penjual dan pembeli tidak dirugikan akibat ditolaknya ekspor kopi ke Jepang, diusulkan sebelum kopi dikapalkan hendaknya diambil sample untuk diperiksa di laboratorium terlebih dahulu. Untuk Itu lembaga Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D) sentra prduksi kopi sudah siap menawarkan jasa inspeksi dan pengujian mutu kopi sebelum dikapalkan dengan memberikanan sertifikat keamanan pangan..

Kopi dari Brazil umumnya tidak pernah mengalami penolakan di negara tujuan ekspor. Produksi kopi Brazil kebanyakan dihasilkan oleh perkebunan besar, sehingga mudah untuk mengantisipasi kemungkinan penggunaan unsur aktif pestisida pada tanaman kopi. Berbeda dengan di Indonesia, produksi kopi sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan kopi rakyat yang perilaku petaninya berbeda dalam budidaya kopi.

Sebelumnya Badan Karantina Jepang juga pernah menahan 2 peti kemas berisi 36 ton kopi arabika Mandhailing, karena mengandung unsur aktif pestisida cypermenthrin melebihi ambang batas yang diizinkan. Unsur aktif pestisida cypermenthrin yang terkandung dalam kopi arabika tersebut sebesar 0,30 ppm, sementara ambang batas yang diizinkan di Jepang adalah 0,05 ppm. Pihak pembeli kopi Jepang telah melakukan penelitian ke lapangan guna menyelesaikan masalah ini.

Menghadapi masalah ketentuan residu kimia Ini, eksportir kopi Indonesia mengalami kesulitan, karena Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kopi baru merumuskan aspek makro saja (unsur yang kasat mata berdasarkan kadar cacat). Sedangkan aspek mikro yang tidak kasat mata belum dirumuskan dalam SNI, dan memerlukan pemeriksaan laboratorium yang dapat di fasilitasi oleh OKKP-D.

Satu-satunya aspek mikro yang sering diminta pembeli dan sudah dapat dipenuhi oleh laboratorium di Indonesia adalah Sanitary and Phyto Sanitary (SPS). Sementara untuk aspek mikro lainnya, berupa unsur racun dan sisa bahan aktif pestisida belum banyak laboratorium yang mampu mendeteksinya. (CnG)

Sumber : Ahmad Hidayat (PMHP Madya)

Dapatkan artikel ini di URL:

http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/1/0/1338/

ekspor_kopi_ke_jepang_harus_lebih_hati_hati_okkp_d_siap_memfasilitasi.html

Share :


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This entry was posted on 18/09/2012 and is filed under Berita. Written by: . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.