Audiensi GAEKI dengan Wapres & Menteri BUMN

GAEKI. ASKIDO. AKSI. DLL  BERSAMA JK2

Pada  tanggal  15 Desember 2014, Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) diterima Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi oleh Menteri BUMN dan Wakil Menteri Keuangan.

GAEKI menyampaikan permasalahan terkait diterapkannya kembali Ppn 10% atas hasil pertanian termasuk Kopi, menyusul dibatalkannya PP31 th 2007 dengan putusan MA RI No: 70P/ HUM/2013.

Pada prinsipnya bahwa permasahan yang timbul adalah membuat harga komoditas kopi ditingkat petani berpotensi tertekan dan dapat mempengaruhi secara negatif motivasi produksi petani.

Adapun bagi eksportir, akan juga bermasalah karena permodalannya akan terbebani untuk penganggaran Ppn untuk jangka waktu yang tidak singkat sampai pada akhirnya merestitusi setelah akhir tahun.

Beban tsb akan menggerus ke kompetitifan eksportir, khususnya eksportir nasional yang biaya permodalannya telah diketahui pada umumnya sangat mahal.

Pada gilirannya, hal ini akan menggerus ke kompetitifan keseluruhan secara Nasional disektor perkopian yang padahal merupakan subsektor pertanian yang sangat strategis, baik sebagai basis mata pencaharian jutaan petani rakyat yang adalah penghasil utama kopi ; maupun sebagai peraup devisa ekspor.

Dalam hal ini, GAEKI menyampaikan proposal solusi kepada Pemerintah agar dapat menerbitkan PP baru dengan mengkategorikan produk pertanian (termasuk Kopi) sebagai “Barang Kena Pajak yang Tidak Dipungut Ppn seluruhnya” berdasarkan UU PPN No 42 Tahun 2009 pasal 16B ayat 1 butir b dan ayat 2). Dengan usulan tsb, dimaksudkan agar produk hasil pertanian Ppn-nya nol persen (0%), namun pihak perkebunan tetap bisa mengkreditkan pajak masukannya.

Diharapkan usulan tsb dapat ditindak lanjuti oleh Pemerintah dan diberikan kebijakan baru yang dapat mengatasi permasalahan yang ada, sesuai yang kami usulkan tsb diatas.

 

Penerapan PPN 10 Persen, GAEKI Sampaikan Usulan Kepada Wapres JK

 

Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) bersama dengan sejumlah asosiasi komoditas primer menyampaikan permasalahan terkait dengan penerapan pajak pertambahan nilai (PPn) kepada Wapres Jusuf Kalla.

GAEKI menyampaikan permasalahan tersebut saat bertemu Wapres Jusuf Kalla yang didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno terkait diterapkannya kembali PPn 10% atas hasil pertanian, termasuk kopi menyusul dibatalkannya PP31 th 2007 dengan putusan MA RI No: 70P/ HUM/2013, Senin (15/12).

“Pada prinsipnya bahwa permasalahan yang timbul adalah membuat harga komoditas kopi di tingkat petani berpotensi tertekan, dan dapat mempengaruhi secara negatif motivasi produksi petani,” ujar Penasihat GAEKI Moenardji Soerdargo dalam keterangan tertulis kepada Bisnis.

Adapun bagi eksportir akan juga bermasalah karena permodalannya akan terbebani untuk penganggaran PPn untuk jangka waktu yang tidak singkat, sampai pada akhirnya merestitusi setelah akhir tahun.

“Beban itu  akan menggerus daya saing eksportir, khususnya eksportir nasional yang biaya permodalannya telah diketahui pada umumnya sangat mahal,” ujar Moenardji.

Pada gilirannya, hal ini akan menggerus daya saing keseluruhan secara nasional di perkopian.

Padahal, sambungnya, kopi merupakan subsektor pertanian yang sangat strategis, baik sebagai basis mata pencaharian jutaan petani rakyat sebagai penghasil utama kopi maupun sebagai peraup devisa ekspor.

Usulan Solutif

GAEKI memberikan usulan dengan mengkategorikan produk pertanian termasuk kopi) sebagai Barang Kena Pajak yang Tidak Dipungut PPn seluruhnya, berdasarkan UU PPN No 42 Tahun 2009 pasal 16B ayat 1 butir b dan ayat 2.

“Dengan usulan tersebut dimaksudkan agar produk hasil pertanian PPn-nya nol persen, tetapi pihak perkebunan tetap bisa mengkreditkan pajak masukannya,” ujar Moenardji Soedargo, Penasihat GAEKI dalam keterangan tertulis, Senin (15/12).

Dia mengharapkan usulan tersebut dapat ditindak lanjuti oleh pemerintah dan diberikan kebijakan baru yang dapat mengatasi permasalahan yang ada, sesuai yang kami diusulkan GAEKI.

Editor : Bambang Supriyanto

http://industri.bisnis.com/read/20141216/12/383320/penerapan-ppn-10-persen-gaeki-sampaikan-usulan-kepada-wapres-jk

GAEKI Temui JK Desak PPN 10% Produk Pertanian Dicabut

REDAKSI JATIMPRO

“Jika Pemerintah mencabut keputusan pengenaan pajak 10% pada hasil pertanian, devisa yang dihasilkan dari sektor kopi akan mencapai 1,9 Milyar USD pada tahun tahun 2015.”.

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk pertanian segar dianggap kontraproduktif dengan upaya pemerintah menggenjot hilirisasi sektor pertanian di dalam negeri. Terutama produk pertanian yang akan diolah oleh industri.

Seperti diketahui bersama bahwa Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan uji materiil atas ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 yang diajukan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). PP Nomor 31 Tahun 2007 yang diajukan permohonan uji materiil oleh KADIN ini mengatur tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Putusan Mahkamah Agung atas permohonan uji materiil ini diterbitkan dalam putusan Nomor 70P/HUM/2013 dan diputus pada tanggal 25 Februari 2014.

Dari putusan itu, maka. Mulai 22 Juli, seluruh produk pertanian segar yang dihasilkan petani dikenakan PPN sebesar 10 persen. Produk tersebut meliputi produk segar perkebunan, hortikultura, dan hasil hutan diantaranya seperti kakao, kopi, biji pala, sawit, biji mente, lada, cengkeh dan getah karet. Sementara untuk produk hortikultura seperti pisang, jeruk, mangga, salak, serta durian.

Alhasil, sejumlah petani di Indonesia menyatakan penolakannya atas keputusan ini. mereka khawatir hal itu akan mematikan produktivitas pertanian dan perkebunan karena bisa dipastikan beban petani akan semakin bertambah.

Tidak sebatas para kelompok tani di lapangan yang menolak kebijakan ini, Hal serupa juga dilakukan Gabungan Eksportir KopiIndonesia (GAEKI) untuk menolak keputusan tersebut.

Dalam release yang disampaikan kepada redaksi jatimpro via e-mail, Gaeki telah menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi oleh Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno dan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, senin(15/12/2014).

Dalam pertemuannya, Gaeki menyampaikan permasalahan terkait komplikasi yang timbul akibat diterapkannyakembali Ppn 10% atas hasil pertanian termasuk Kopi.

Pihaknya juga beranggapan hal itu akan menambah modal kerja dan meningkatkan beban biaya produksi kopi sehingga akan menurunkan daya saing, baik domestik maupun perolehan devisa dari  luar negeri .

Sebagaimana diketahui, secara nasional komoditi kopi Indonesia telah memainkan peran penting terutama dalam pertumbuhan ekonomi sebagai mata pencaharian bagi sekitar  2,33 juta kepala keluaraga (KK) petani kopi, dengan  pengenaan PPN 10 % maka petani kopi akan mengalami kesulitan dalam menjual hasil produksinya sebagai akibat transaksi lokal yang mengalami stagnasi.

Sementara itu ditingkat  internasional, Indonesia adalah negara produsen kopi ke-3 di dunia setelah Brazil dan Vietnam, telah memainkan peranan yang cukup penting di pasar global.

Sebagai salah satu sumber devisa negara yang dalam tiga tahun terakhir tercatat rata-rata volume ekspornya pada kisaran 500.000 tondengan devisa yang dihasilkan kurang lebih sebesar USD 1,4 Milyar/tahun.

Hal ini menunjukkan bahwa kopi Indonesia dengan kwalitas yang baik  tidak bisa tergantikan oleh negara produsenkopi lainnya masih sangat dibutuhkan oleh pasar kopi dunia.

Pada prinsipnya,bahwa permasalahan yang timbul adalah membuat harga komoditas kopi ditingkatpetani berpotensi tertekan dan dapat mempengaruhi secara negatif motivasi produksi petani.

Adapun bagi eksportir, akan juga bermasalah karena permodalannya akan terbebani untuk penganggaran PPN dalam jangka waktu yang tidak singkat sampai pada akhirnya merestitusi setelah akhir tahun.

Beban biaya tersebut akan menggerus kekompetitifan eksportir, khususnya eksportir nasional yang biaya permodalannya telah diketahui sangat mahal.  Padahal komoditi kopi merupakan subsektor pertanian yang sangat strategis, baik sebagai basis mata pencaharian jutaan petani rakyat  sebagai penghasil utama kopi, maupun sebagai peraup devisa ekspor.

Gaeki juga telah menyampaikan proposal solusi kepada Pemerintah agar dapat menerbitkan PP baru dengan mengkategorikan produk pertanian sebagai “Barang Kena Pajak yang Tidak Dipungut Ppn seluruhnya” berdasarkan UU PPN No 42 Tahun 2009 pasal 16B ayat 1 butir b dan ayat 2).

Usulan ini diharapkan agar produk hasil pertanian PPN-nya 0%, namun pihak perkebunan tetap akan bisa mengkreditkan pajak masukannya.

Gaeki memproyeksikan, jika Pemerintah menyetujui hal tersebut, devisa yang dihasilkan dari sektor kopi akan meningkat mencapai 1,9 Milyar USD pada tahun tahun  2015 mendatang.

(md)

http://www.jatimpro.com/2014/12/gaeki-temui-jk-desak-ppn-10-produk.html

Share :


Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Isian wajib ditandai *

This entry was posted on 16/12/2014 and is filed under Berita. Written by: . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.