EKSPOR KOPI: Senilai US$1,35 Juta Per Tahun Gagal Masuk Jepang
JAKARTA: Ekspor kopi robusta Indonesia ke Jepang senilai US$1,35 juta per tahun terhambat, menyusul rendahnya ambang batas residu pestisida karbaril yang diterapkan sejak 2009 oleh Pemerintah Negeri Sakura itu.
Kopi robusta yang ditolak masuk ke Jepang, kendati sudah berada di pelabuhan negara itu bisa mencapai 20-30 kontainer per tahun, dengan nilai sekitar US$45.000 per kontainer.
Anggota Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) Munardji Soedargo mengatakan bersama pemerintah sedang mengupayakan agar ambang batas bisa direvisi, sehingga ekspor kopi robusta ke Jepang bisa kembali maksimal. “Pihak Jepang akan ke Indonesia untuk itu [mengkaji penurunan ambang batas]. Kami harapkan penurunan sudah bisa dilakukan sebelum panen kopi pada Juni,” jelasnya, Rabu siang 8 Februari 2012. Dia menuturkan pemerintah Jepang menerapkan ambang batas residu pestisida karbaril sebesar 0,01%, yang dinilai cukup rendah bagi eksportir kopi. Adapun, kopi robusta sering terkena karbaril. Munardji menuturkan sudah sejak 2011 mengupayakan agar Pemerintah Jepang mau merevisi ambang batas residu pestisida karbaril. “Beberapa anggota GAEKI pada September 2011 menjadi perwakilan swasta dari Indonesia yang mengadakan dialog dengan Jepang. Lalu kemudian, ditindaklanjuti dengan pembahasan government-to-government antara Indonesia-Jepang,” katanya.
Ketua Umum GAEKI Hutama Sugandhi mengharapkan agar ambang batas residu karbaril bisa mencapai 0,1%, seperti yang diterapkan oleh negara-negara di Eropa. “Jepang itu pasar yang besar bagi Indonesia. Tiga negara terbesar pasar ekspor kopi Indonesia adalah Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat,” paparnya. Dia mengharapkan ke depannya GAEKI dan pemerintah bisa bersama-sama kembali meningkatkan performa Indonesia terkait dengan kerja sama internasional sehingga kasus seperti Jepang ini tidak terjadi di negara lain. “Kami baru saja bertemu menteri perdagangan, dan beliau setuju untuk menjadi pembina dari GAEKI. Indonesia sebagai produsen kopi terbesar ke-tiga di dunia harus mampu berbicara banyak di level internasional,” jelasnya. Meskipun Indonesia merupakan salah satu negara penghasil terbesar kopi, nyatanya masih melakukan impor berkisarn 40.000-50.000 ton kopi dari Vietnam pada tahun lalu. Hutama mengatakan kuota ekspor tidak bisa dikurangi begitu saja karena permintaan dunia akan kopi Indonesia yang cukup besar.
“Pada tahun ini produksi kopi diperkirakan 600.000 ton, untuk pasar domestik 200.000 ton dan sisanya ekspor. Volume ekspor tidak bisa dikurangi karena tingginya permintaan dunia terhadap kopi Indonesia,” jelasnya. Dia menuturkan pihaknya sudah mengusulkan kepada pemerintah agar ada perluasan perkebunan sehingga produksi kopi bisa bertambah, khususnya jenis arabika. “Harga kopi arabika saat ini US$7-US$8 per kilogram, sedangkan robusta US$2-US$2,5 per kilogram. Harga kopi arabika memang lebih tinggi, mungkin karena share juga rendah yakni 15%, dan sisanya robusta,” jelas Hutama. (bas)
Oleh Raydion http://www.bisnis.com/articles/ekspor-kopi-senilai-us$1-35-juta-per-tahun-gagal-masuk-jepang